Manusia berkomunikasi dengan kuantitas yang tidak terhingga dalam kehidupanya sehari-hari. Segela aktivitas manusia tidak akan pernah terjadi tanpa adanya proses komunikasi, baik komunikasi verbal maupun non-verbal dalam rangka menyampaikan gagasan, pikiran, persaan dan pendapatnya. Sejak dimulai dari bangun tidur hingga tidur kembali di malam hari, bisa dibayangkan berapa kali seseorang mendengar dan berbicara, berapa lama ia membaca koran atau membaca berbagai macam iklan komersial di jalan-jalan, berapa lama ia menulis surat, laporan, tulisan ilmiah dan sebagainya, berapa kali dan berapa lama dosen menjelaskan kuliah di dalam kelas dan berapa lama dan berapa kali pula mahasiswa mendengarkan dan menanyakan hal-ihwal perkuliahan kepada dosen atau teman sekelasnya. Jika dihitung ternyata banyak sekali waktu yang digunakan seseorang untuk berkomunikasi dalam aktivitasnya selama satu hari.
Secara garis besar ada dua macam bentuk komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Komunikasi verbal adalah suatu bentuk komunikasi untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan yang dimiliki seseorang kepada orang lain secara lisan. Sedangkan bentuk komunikasi yang kedua adalah bentuk komunikasi yang tidak diucapkan secara lisan, tetapi komunikasi itu terjadi melalui tanda-tanda komunikatif, misalnya tulisan, gerak tubuh, rambu-rambu (misalnya rambu-rambu lalu lintas) dan sebagainya. Jenis komunikasi yang kedua tampaknya tidak banyak perbedaan antara satu tempat dan tempat yang lain atau antara satu negara dengan negara yang lain karena bentuk komunikasi yang kedua ini lebih banyak terjadi karena adanya konsensus atau bahkan proses ratifikasi antarnegara, misalnya komunikasi dalam bentuk rambu-rambu lalu-lintas. Merahnya lampu pengatur di perempatan jalan, berarti para pengguna jalan itu harus berhenti, lampu kuning berarti harus hati-hati, dan lampu hijau berarti boleh berjalan kembali. Masih banyak lagi komunikasi non-verbal lainnya yang banyak berlaku di berbagai negara. Tetapi hal itu tidak bisa dengan mudah terjadi dalam bentuk komunikasi verbal, karena bentuk komunikasi ini berkaitan erat dengan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi.
Siswa di sekolah dasar atau menengah dan bahkan mahasiswa di perguruan tinggi di Indonesia akan bisa belajar dengan baik jika bahasa yang digunakan oleh guru dan dosen untuk menjelaskan materi pelajaran di kelas adalah bahasa Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang digunakan sebagai alat komunikasi verbal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tetapi kenyataan akan berbeda jika bahasa yang digunakan untuk menjelaskan bahan ajar itu adalah bahasa Inggris, karena bahasa Inggris berposisi sebagai bahasa asing yang tidak banyak dikuasai sebagai alat komunikasi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Posisi bahasa Inggris sebagai bahasa asing bagi masyarakat Indonesia membuat bahasa ini tidak banyak dikuasai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidak sedikit siswa maupun mahasiswa yang banyak mengalami kesulitan untuk bisa berkomunikasi dengan bahasa ini. Mereka menganggap bahasa ini sebagai bahasa yang sulit dipelajari karena beberapa alasan, misalnya bunyi verbal bahasa Inggris yang tampak sangat berbeda dengan tanda tulisannya. Hal ini berbeda dengan bunyi verbal bahasa Indonesia yang tidak banyak berbeda dengan tanda tulisannya. Alasan lain adalah penguasaan kosa kata bahasa Inggris oleh siswa yang sangat terbatas dan penguasaan grammar yang terbatas pula. Alasan lain yang sangat krusial adalah strategi yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan bahasa ini (desain pembelajaran dan metode mengajar) terkesan monoton dan kurang memberi tantangan bagi siswa untuk bisa menguasai bahasa Inggris ini dengan baik. Guru kurang memahami karakteristik siswa karena lemahnya kemampuan psikologis guru untuk mampu mengidentifikasi kebutuhan siswa dalam belajar bahasa.
Berkaitan dengan masalah terakhir dalam mengajarkan bahasa Inggris di sekolah, terutama bagi siswa di sekolah dasar dan menengah, guru diharuskan mempunyai kemampuan strategis psikologis untuk mengidentifikasi bagaimana dan kapan para siswa mampu belajar bahasa Inggris dengan baik. Kemampuan ini akan memudahkan bagi guru untuk menciptakan strategi, metode dan media pembelajaran yang tepat, sehingga siswa merasa tertarik dan tertantang untuk bisa menguasai bahasa Inggris ini dengan baik. Belajar dan mengajar bahasa asing jelas membutuhkan strategi yang berbeda dengan ketika siswa belajar dan guru mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu atau bahasa nasional. Guru perlu memahami aspek-aspek psikologis siswa agar mampu menciptkan proses pembelajaran yang lebih bermakna.
Untuk bisa memahami aspek-aspek psikologis siswa dalam belajar bahasa, maka diperlukan pengetahuan guru yang memadai terhadap teori-teori psikologi yang relevan untuk mengajar bahasa. Pengetahuan guru terhadap teori-teori psikologi juga akan mengarahkan guru untuk mampu mengidentifikasi kapan dan dengan cara bagaimana siswa bisa belajar bahasa dengan baik. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing selain dilakukan berdasarkan pertimbangan filosofis-teoritis juga dilakukan berdasarkan pertimbangan psikologis.
- Homemain page
- Aboutthe author
- Contact ussay hello
- Subscribe to RSSkeep updated!

0 komentar:
Posting Komentar